Seger Sutrisno, Pedagang Jersey Humoris dan Pencetak Sejarah di Persebaya U-17

[ad_1]

Gara-gara jersey itu pula, Seger bisa memberikan motivasi kepada pemain Persebaya U-17. Berbagai jersey yang dijualnya itu menjadi andalannya untuk melakukan pendakatan dan memberi apresiasi kepada pemain.

Sebagai contoh, setiap ada pemain yang berhasil mencetak gol, dia akan memberikan satu jersey.

“Itu saya jadikan sebagai motivasi untuk pemain. Sebenarnya tidak hanya cetak gol, pokoknya main bagus saya apresiasi dengan jersey. Kalau dipikir-pikir, semua pemain saya pasti dapat,” imbuhnya sambil tertawa.

Lewat cara itu, semangat pemain Persebaya U-17 jadi terlecut. Seger sangat memahami pemain berusia remaja masih sedang punya gairah tinggi mendukung klub Eropa. Kebetulan, dia jual jersey sehingga bisa menjadikan jualannya itu sebagai hadiah.

Namun, pekerjaan sehari-sehari Seger bukan berjualan jersey. Sampai hari ini, pria berbadan tambun itu masih tercatat sebagai karyawan PDAM Surabaya. Itu juga berkat kariernya sebagai pemain sepak bola dulu.

Status sebagai karyawan itu didapatnya setelah dia membawa Persebaya meraih posisi runner-up Perserikatan 1986-1987. Bersama beberapa pemain Persebaya lain, dia mendapatkan reward tersebut pada saat itu.

“Alhamdulillah, saya jadi punya pekerjaan tetap di PDAM. Saat itu, kami justru semakin termotivasi, makanya musim berikutnya juara. Saya masih bermain untuk Persebaya sampai beberapa musim berikutnya,” tutur pria yang semasa bermain berposisi sebagai gelandang serang itu.

Seger membela Persebaya hingga 1996. Di Ligina 1996-1997, dia kemudian hijrah ke Assyabab Salim Grup Surabaya (ASGS). Sayang, saat itu ASGS menempati posisi ke-10. Klub itu kini sudah tidak muncul di kancah nasional.

Hanya semusim di ASGS, Seger kemudian memutuskan pensiun sebagai pemain. Dia memutuskan fokus pada pekerjaan sebagai karyawan PDAM. Namun, rasa kangen terhadap sepak bola muncul sehingga membuatnya kembali ke lapangan.

Hanya, statusnya kali ini menjadi pelatih. Seger beberapa kali melatih klub kelompok usia di berbagai daerah di Jawa Timur, termasuk klub internal Persebaya. “Sulit jauh dari sepak bola. Hidup saya ini untuk dan dari sepak bola,” ujarnya.

[ad_2]